Bisa cerita awal masuk ke Tebuireng??
Saya mulai masuk ke Pesantren Teburieng di sekolah formal SMA A. Wahid Hasyim dan sorenya sekolah di SP (Sekolah persiapan). Namun karena alasan kesehatan, saya hanya mampu sampai kelas dua SMA. Di situ juga, saya mulai menemukan karakter atau jalan ya dari sana. Karena saya belum pernah menemukan kiai yang kharismatik selain di Tebuireng itu. Biasanya setiap ba'da shalat dan mengaji kami berebut salaman dengan beliau KH. Syansuri Baidlawi dan KH. Adlan Aly. Masya Allah beliau ahli Qur'an yang kharismatik, hebat. Merinding saya setiap mengingatnya, tidak banyak komentar. Jadi peralihan dari ulama besar masa lampau hingga sekarang itu ketemunya di kaidah "al-muhafadah ‘ala al-qadim al-shalih bil jadid al-aslah:, itu kontekstualisasi figur KH. Adlan Aly.
Pengalaman menarik ketika nyantri ?
Dulu saya pernah mimpi ditemui Hadratus Syaikh Mbah Hasyim. Saya di dupak (ditendang) sampai terbangun. Waktu itu saya tidur di pengimaman masjid, harusnya kan tidak boleh tapi sesekali pernah. Mbah Hasyim berucap, "Ayo berjuang, arek enom yahene turu wae..." saya terbangun, dan serasa diberi keris dan tombak. Setelah di periksa kok tidak ada barangnya. Sejak saat itu saya rajin ziarah ke maqbaroh Mbah Hasyim. Beliau itu figur yang hebat, tokoh dunia, fatwanya sampai menyatukan ulama sunni se-dunia, komite hiijaz itu. Saya tidak suka sekolah, tapi suka baca dan sejak di IAIN saya mulai belajar menulis.
Apa dahulu pernah bermimpi menjadi seorang Bupati ?
Tidak pernah. Tapi setelah dapat mimpi ketemu Mbah Hasyim itu, awalnya dari situ kemudian saya jadi orang bingung dan sakit. Ketika Mbah Hasyim berucap sambil menunjuk arah ke wilayah barat yang sekarang ini. Wonosobo.
Setelah mimpi itu, langkah apa yang bapak jalani?
Mulailah saya rutin berziarah ke maqbarah, kemudian saya mengalami kondisi kejiwaan yang tidak stabil. Akhirnya hal ini saya sowankan ke kiai-kiai. Menemukan proses kemudian nyantri di PP. Al-Asy'ariyah kalibeber Wonosobo di bawah asuhan almagfurlah KH. Muntaha al-Hafidz. Kata beliau, "kamu jangan ziarah dulu, ikuti petunjuk guru dulu...". setelah itu saya setiap ziarah dibimbing Mbah Mun (sapaan akrab KH. Muntaha al-Hafidz, ed..). terkadang ziarah itu kita memanfaatkan psiko-historisnya para pejuang. Menginternalisasi dari sebuah perjalanan itu ketemunya ya kaedah itu tadi. Jadi metodologi salafuna salihin itu tidak sederhana, tapi diberikan secara sederhana. Islam masuk Indonesia kan termasuk pada awal-awal abad hijriyah tapi tidak berhasil karena metodologinya keliru karena menentang kultur/budaya lokal baru abda ke 5-7 abad kemudian muncullah akulturasi budaya, sehingga Islam bisa masuk ke Indonesia, simboliknya ya walisongo itu. Islam tidak bisa masuk dengan pedang dan peperangan, tidak benar itu. Bahwa tatkala Mbah Hasyim mengorbankan semangat, mengangkat senjata melawan penjajah, itukan kontektualisasi bagian dari hubungan al-watthan min al-iman. Mbah Hasyim memberi pengertian terhadap putranya KH. A. Wahid Hasyim, untuk menolak piagam Jakarta dan mempertahankan pancasila. Mediasi kehendak Tuhan, kepemimpinan itu kan menelurkan gagasan, tapi gagasan manusia kan tidak jernih. Jernihnya ya hasil dari komunikasi dengan Tuhan, melalui istikharahdapat petunjuk. "Mas'alahah al-‘am afdhal min mas'alahah al-khash", kepentingan Indonesia lebih penting dari pada golongan. Setiap wiridan ba'da shalat, usai al-fatihah membaca surat al-Kahfi 300 kali, itu tirakatnya Mbah Hasyim. Jadi orang yang nyantri di Tebuireng, itu pilihannya kalau tidak jadi orang terkenal, orang kaya, atau orang alim. Jika tidak jadi apa-apa, berati ada yang salah metodologinya. Mengapa bisa begitu? Karena etos kerjanya Mbah Hasyim yang di turunkan ke anak-anak beliau, itu etos kerja orang berilmu dan pekerja. Jadi Islamnya produktif dan menghargai konteks sosial dalam kehidupan.
Prinsip Bapak dalam memimpin kabupaten sebagai figur santri bagaimana ?
Asas melayani.... (beliau terdiam sejenak). Jadi teori kepemimpinan itu begini, ketika Allah menciptakan manusia, maka Allah akan menjadikannya wakil-nya di bumi inikan prinsip "melayani". Tapi di situ Allah mentaqdirkan "Sesungguhnya aku mengutus/menunjuk manusia sebagai khalifah," itu karena komponen manusia terdiri dari ruh, jasad, yang disitu ada variable kehidupan untuk manusia yaitu akal, otak, nafsu, rasa dan hati dan diberkahi lagi ilmu. Itu adalah kebijaksanaan yang dinamakan mahluk modern, yang harus paham antara hak dan kewajiban dan tanggung jawabnya. Sesungguhnya ada hal-hal yang harus dilayani, tanggung jawab diolah manusia sebagai makhluk yang dipasrahi Allah. Langit, bumi, tanah, air, tumbuhan, hewan, manusia, iu sendiri, angin, laut, dst. Memimpin sekian banyak didalam skema manusia yang harus melihat fungsi obyektifitas alam semesta.
Itu esensi mimpi Mbah Hasyim ketemunya itu dan prosesnya panjang harus ngaji lagi, baca buku, berdialog dengan orang yang sudah meninggal, silaturahim, bergaul dengan semua kalangan, harus maen-maen lagi dan belajar lagi. Akumulasi itu membuka tabir pengetahuan hak dan kewajiban. Lalu korelasi kepemimpinan dengan rakyat apa?? O..ya dekat, kan rakyat memilih itu seneng. Soal seneng pakai apa kita tidak tahu dan itu berkait terus. Kalau hati pemimpin ragu itu bahaya. Hati pemimpin keras apa lagi. Itu toleransi akal budi tidak tepat bahaya. Jadi perilaku-perilaku itu sulit, tidak gampang. Mikrokosmis dengan makrokosmis. Seperti anatomi bumi dengan manusia itu sama. Kalau gunung digunduli tidak dikasih topi, ya mereka marah karena panas. Makanya al-Qur'an sangat kontekstual, kita disuruh berfikir. Manusia sekarang hanya berfikir tenang "waduk"-nya sendiri yang dituruti.
Kalau dalam dunia pendidikan khususnya pesantren, sejauh mana peran Bapak selaku birokrat ?
Memang belum begitu besar, api tradisi-tradisi pesantren coba kita masukkan dalam filosofi kepemimpinan. Saya sedang menginisiasi membuat PERDA (peraturan daerah, ed) di bidang pendidikan tentang jam pelajarang agama. Masak anak sekolah hanya dapat 2 jam pelajaran agama seminggu? Mau jadi apa bangsa ini? Jadi kembali lagi ketika moraliasnya. Kalau dalam perhatian khusus menggelontorkan dana belum begitu besar.
Infonya, bapak termasuk Bupati dengan pendapat dibawah rata-rata. Komentar Bapak?
Halah... tidak juga (ucapnya santai). Tidak syukur itu namanya. Begini lho. Yang kita ambil esensinya. Negara ini kan dalam posisi sulit, kaitannya yaitu karakter kepemimpinan. Manusia Indonesia lagi tidak kehendak dengan alam. Ada yang ragu, suka marah, tidak tahu jalan, kebanyakan itu. nah, saya kan orang pesantren saya dikatakan bersih ? tidak, tapi saya berusaha ingin baik, untuk saya makan, berusaha baik dan dengan kehormatan. Kalau persoalan orang punya atau tidak? Itukan masalah tehnis orang hidup saja.
Halah... tidak juga (ucapnya santai). Tidak syukur itu namanya. Begini lho. Yang kita ambil esensinya. Negara ini kan dalam posisi sulit, kaitannya yaitu karakter kepemimpinan. Manusia Indonesia lagi tidak kehendak dengan alam. Ada yang ragu, suka marah, tidak tahu jalan, kebanyakan itu. nah, saya kan orang pesantren saya dikatakan bersih ? tidak, tapi saya berusaha ingin baik, untuk saya makan, berusaha baik dan dengan kehormatan. Kalau persoalan orang punya atau tidak? Itukan masalah tehnis orang hidup saja.
Saya pernah dipesani oleh almarhum Gusdur, "Liq, ojo dadi maling..." saya coba menafsiri iu, panjang prosesnya ! saya selalu berusaha jadi bersih. Wong sekarang saya kan hidup di comberan, kan wilayah politik. Tapi bagaimanapun sesuai filosofi fiqh, itu kita hidup didalam comberan, tapi bisa memilah air suci yang kotor itu kan kita sterilkan jadi air suci yang lebih dari dua kolah, itulah filsafatnya kehidupan. Ada dalam filosofi, al-amil, rasionalisasinya itu ya prinsip " al-haram bayyinun wa al-halal bayyinun..." dan diantara keduanya ini kan payau. Wudhu susah tidak dibuat wudhu susah, dalam kontektualisasi orang dulu ada ilmu mantiqnya, memisahkan dari yang kotor. Jadi melihat konteks kehidupan itu kita harus jeli. Sekali lagi lho... jangan sebut saya orang yang bersih, tapi berupaya bersih. Kalau hari ini saya belum punya rumah mewah, biarin lah. Saya percaya "siapa yang mengurusi orang banyak, bakal dijamin kehidupannya oleh Allah."
Semoga perjuangan Bapak senantiasa dalam naungan ridha Allah SWT. Amin. Terakhir, motivasi terhadap kader bangsa terkhusus santri dalam belajar?
Begini, belajar iku sing katok. Artinya jangan pernah puas dalam belajar. Rata-rata kita itu cepast puas atas hasilnya. Para ulama dulu luar biasa. Tidak sebatas khouf rafa' tapi memaknai ikhtiar, dalam setiap proses hidup. Kita hidup di Indonesia itu yang me-ninabob-kan akal dengan kenikmatan alamnya. Keliru memahami tawakkal, pasrah, dan qona'ah. Tawakkal itu produktifitas tinggi, ada totalitas disana, di ilmu, usaha, karier. Kita diajari siyasah (politik, ed.) dimana-mana. Politikus pada malas baca, mempelajari sirah nabawiyah (biografi Rasulullah, ed.) membeda filosofi antara perang badar dengan uhud terus dikalkulasi, antara niat karena Allah apa ada ekspektasi lain, itu yang terakhir sama dengan tabi'at orang Indonesia.
Berlomba melayani atas pemberian hak dan kewajiban kita sebagai khalifah dibumi. Demonstran tidak pernah baca buku, saya tahu itu. santri puas dengan muraja'ah lagi. Ilmu manusia itu cuma setetes dari lautan ilmu Allah. Tapi Allah memberikan petunjuk lewat al-Qur'an, Nabi dengan sunnahnya, para tabi'in dan ulama' dengan pelajaran metode ijtihadnya. Lha kita? Tinggal baca saja tidak mau. Jadi kembali ke kesadaran awal kita dengan mengikuti jalan salafuna salihin.
Tulisan ini dimuat di Majalah Tebuireng Edisi 14/Maret-April 2011
0 comments:
Post a Comment