Pertanyaan :
1. Assalamu'alaikum wr. wb.
Pak Kiai yang saya ta'dzimi.
Betulkah Sabda Rasulullah Saw " Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri
Cina " itu buka hadits ? Terima kasih.
Fatma F. (Kalimantan Timur)
2. Assalamu'alaikum wr.wb.
Pak Kiai yang terhormat. Saya
memiliki seorang rekan kerja yang telah bersuami. Namun hubungan suami
dengan orangtua rekan saya ini tidak harmonis, sehingga sang suami
mengajak rekan saya ini pergi menjauh dari kedua orangtuanya dan
hubungan putus beberapa lama.
Sampai kemudian datang berita bahwa
orangtua rekan saya ini akan memutuskan hubungan keluarga dengannya jika
ia tidak mau bercerai dengan suaminya. Sedangkan suaminya juga memberi
pilihan kembali ke orangtuanya maka ia akan dicerai.
Yang menjadi pertanyaan saya,
pilihan mana yang harus ia ambil, mengingat durhaka kepada orangtua
adalah dosa besar, padahal saya juga pernah mendengar suami juga harus
ditaati. Bagaimana saya harus memberi jawaban kepadanya?
Siti Maryam (Bekasi)
Jawaban :
Pertama :
Wa'alaikumsalam wr. wb.
Ibu Fatma yang kami hormati. Hadits yang ibu maksud berbunyi " Utlubul ‘ilma wa lau bi-as-siin" yang artinya : Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina.
Sesuai sanad (transmisi keguguran) yang telah kami teliti, kami menyimpulkan hadits ini mempunyai banyak jalur periwayatan. Namun semuanya dlaif (lemah), bahkan ada yang maudhu' (palsu). Sebab itu, kami menganggap periwayatan ini tidak bisa dijadikan hujjah (dasar) tentang perintah Nabi Muhammad Saw untuk mencari ilmu ke Cina.
Seandainya hadits ini shahih (valid),
maka pemahamannya, mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan
muslimat. Kendati harus ditempuh dengan perjalanan jauh den melelahkan.
Ini bisa kita lihat melalui pemahaman Imam al-Minawi tentang makna
hadits ini dalam kitab Faidh al-Qadir. Sekian jawaban singkat kami. Mudah-mudahan Ibu memahaminya. Wallahu'alam.
Kedua :
Wa'alaikumsalam wr.wb.
Untuk Mpok Siti Maryam. Cerita pasangan
suami isteri yang Mpok sampaikan ini mirip cerita Sayyidina Abdullah
Bin Umar, putera Sayyidina Umar Bin al-Khattabradhiyallahu ‘anhuma. Bedanya,
dalam cerita yang Mpok sampaikan itu seorang isteri yang menghadapi dua
pilihan, apakah taat kepada suami atau orangtua, sedangkan cerita
Sayyidina Abdullah Bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, adalah seorang suami yang mendapati dua pilihan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam al-Tirmidzi, hadits ini kualitasnya hasan-shahih, Sayyidina Abdullah bin Umar atau akrab dipanggil Ibnu Umar menuturkan :
Saya mempunyai seorang isteri yang
saya cintai. Tetapi ayahandaku Umar tidak menyukainya. Beliau menyuruh
saya, "Ceraikan isterimu itu!" namun saya tidak menceraikannya. Akhirnya
ayahandaku Umar menghadapa Nabi Saw dan menceritakan perihal isteri
saya itu. Nabi Saw kemudian berkata kepada saya" Ceraikan isterimu
itu!'.(Hadits riwayat Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Mpok Siti. Jelas sudah kan. Petunjuk Nabi Saw seperti itu. Yaitu apabila terjadi dua pilihan, bahasa jemotosnya :
dua opsi, antara taat kepada suami dan taat kepada orangtua. Ini
artinya bahwa pernikahan itu tidak memutuskan hubungan antara anak dan
orangtua.
Tentu saja ketaatan kepada orangtua itu
sebatas tidak dalam maksiat kepada Allah. Apabila orangtua menyuruh
anaknya bermaksiat, misalnya menyuruh menari dengan meliuk-liuk tubuhnya
dan menggoyang-goyangkan bokongnya di hadapan kaum lelaki yang bukan
mahramnya, sementara suami melarang perbuatan seperti itu, maka isteri
wajib taat kepada suaminya. Karena taat kepada seseorang tidak boleh
dalam konteks bermaksiat kepada Allah. Demikian semoga Mpok Siti maryam
memahami jawaban saya ini. Wallahu'alam.
0 comments:
Post a Comment